Serigala-serigala
“Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.” (Matius 7:15)
Versi The Message
“Be wary of false preachers who smile a lot, dripping with practiced sincerity. Chances are they are out to rip you off some way or other. Don’t be impressed with charisma; look for character.”
Pagi ini sementara menyapu daun-daun kering di halaman depan rumah, pikiran saya dibawa merenungkan tentang serigala. Ada beberapa hal yang mengusik dalam pikiran tentang serigala. Mengapa Tuhan mengambil binatang serigala bukan beruang atau singa sebagai contoh? Padahal di jaman itu ada singa dan beruang yang memangsa domba.
Dari ketiga hewan pemangsa ini, singa dan beruang sangat berbeda terutama dalam ukuran badan dan bentuk postur tubuhnya dengan domba. Sedang ukuran serigala tidak berbeda jauh dari domba. Sehingga bisa lebih mudah membaur ke kawanan domba tanpa langsung diketahui.
Apakah serigala berbaur ke dalam kumpulan domba karena bosan dengan kebuasan kawanannya sehingga masuk ke kawanan domba yang jinak? Atau sudah bosan sebagai karnivora dan mau jadi herbivora? Atau karena tersingkir sebagai alpha male di kelompoknya sehingga mencoba menjadi alpha male di kalangan domba?
Tentu saja tidak. Domba berkumpul untuk makan rumput, sedang serigala mencari mangsa di dalam kumpulan domba. Aktivitasnya sama, di tempat yang sama dengan tujuan yang sama sekali berbeda. Dari ayat-ayat terkenal di Mazmur 23 yang memberikan gambaran orang percaya seperti domba yang berbaring di rumput yang hijau (setelah makan rumput sampai kenyang) dan minum air yang menyegarkan. Kita mendapat pengertian bahwa ketika orang percaya beribadah makan Firman, maka saat itu mereka bisa jadi mangsa serigala yang ada di tengah-tengah mereka.
Serigala sebagai carnivora makan daging dan domba makan rumput. Kalau memakai gaya bahasa alegori kita bisa umpamakan orang percaya makan kebenaran Firman, sedang si serigala menjadikan orang percaya sebagai makanannya.
Domba dipelihara dan digembalakan sedang serigala mencari makan sendiri dan makanan empuknya adalah domba. Jadi boleh kita katakan kalau orang percaya tidak makan apa yang disediakan tapi memilih makanannya sendiri mungkin dia adalah serigala. Firman diterjemahkan sesuai kepentingan sendiri sehingga jauh dari kebenaran yang dimaksudkan. Tidak hidup dalam penggembalaan Gembala Agung dan tidak tunduk/tidak percaya akan pemeliharaan Sang Gembala—ia bisa menjadi serigala yang memakan domba-domba.
Saya ingat sekitar dua puluhan tahun yang lalu di awal-awal pelayanan. Ada satu periode pelayanan yang aneh sekali. Pelayanan pribadi banyak tetapi tidak ada yang memberikan PK. Bagi yang awam, ini tidak ada hubungannya dengan PK mesin air atau mesin ketinting. PK = persembahan kasih, amplop yang biasa diberikan setelah selesai pelayanan. Semua pelayanan hanya diakhiri jabat tangan dan bilang terima kasih, kamsia, xie xie. That’s all.
Saya masih tinggal di rumah orangtua, makan nebeng orangtua. Sampai odol sudah kempes, sikat gigi sudah mekar. Dalam doa saya katakan: “Tuhan, saya tidak minta banyak, masa odol dan sikat gigi saya harus minta ke orangtua?” Saat itu saya mendengar Roh Kudus balik bertanya: “Engkau melayani siapa?” Spontan saya jawab: “Engkau, Tuhan.” “Mengapa engkau berharap ke manusia?” Dalam hati saya berkata lha berkat kan mesti lewat manusia. Lanjut Roh Kudus, “Engkau melayani Aku, berharap padaKu.”
Sejak itu paradigma saya jadi berubah, tidak peduli siapa yang dilayani, kaya/miskin, tidak peduli tempat pelayanan mau mewah mau pedalaman. Saya sering masuk ke banyak daerah di Sumatera. Propinsi Lampung: Metro, pelosok-pelosok Kab.Liwa, Krui Pesisir Selatan, Gisting, Mesuji, propinsi Sumatera Selatan: Baturaja, Belitang kemudian ke Kalimantan Tengah di Kabupaten Lamandau dan terus ke propinsi-propinsi lain sebelum Tuhan mulai membawa saya pelayanan ke banyak negara mulai awal tahun 2014. Waktu itu jadwal pelayanan saya 3 bulan di kota dan satu bulan untuk pedalaman.
Mengikuti jalan-jalan Tuhan memang sakit luar biasa bagi daging tetapi hasilnya tidak pernah meleset. Pernah sekitar tahun 2004 saya diundang pelayanan ke suatu kota. Ketika kumpul-kumpul sesama hamba, ada yang tanya setelah dari kota mereka jadwal saya ke mana. Saya katakan setelah selesai pelayanan di kota mereka saya akan ke kota “anu”. Saya ingat ada satu hamba Tuhan yang cerita pada saya bahwa di kota itu orangnya pelit-pelit semua. Yang kedua cerita pengalaman pelayanan ke kota itu, jangankan berharap dapat PK lebih, biaya transportasi saja tidak balik modal. Saya jawab saya hanya fokus pelayanan, yang lain urusan Tuhan. Kerjakan tugas, tidak perlu memikirkan apa yang akan didapat—itu ketulusan dan kemurnian dalam pelayanan. Pelayanan adalah panggilan bukan pekerjaan. Pekerjaan menuntut upah, panggilan mengerjakan sesuatu sebagai suatu kesukaan dan upah tidak menjadi motivasi atau fokus.
Setelah beberapa hari pelayanan di kota itu, bagasi mobil teman saya yang saya pinjam untuk pelayanan ke kota itu penuh dengan segala macam oleh-oleh. Infonya pelit-pelit dan tidak balik modal, saya malah diberkati berlimpah. Beda motivasi hati dalam pelayanan beda tingkat berkat (Matius 20:1-16). Yang halal saja berlimpah kenapa mesti cari yang haram?
Khusus bagi kita yang melayani Tuhan, tanpa disadari kita bisa masuk ordo serigala bila kita tidak hati-hati. Berharap berkat tidak salah, karena Tuhan tidak pernah mempekerjakan orang dengan gratis (I Kor 15:58b, Ibrani 11:6c). Tetapi melayani hanya karena terobesi berkat materi, fokus upah jasmani, bisa jadi masuk kriteria serigala.
Kata yang diterjemahkan buas dalam bahasa aslinya harpax yang berarti memiliki atau menunjukkan keinginan berlebihan untuk mendapatkan uang atau memiliki harta benda, tamak, hidup dari banyak memangsa dan pemerasan. Menerima upah dari pelayanan tidak salah. Tetapi melayani semata-mata dimotivasi keinginan berlebihan untuk mendapatkan harta benda, kekayaan 100% masuk golongan serigala.
Golongan domba hidup dalam ketaatan kepada Tuhan, memiliki hubungan pribadi dengan Dia dan mengikuti Dia. Serigala hanya mengikuti hati yang tamak akan harta benda, hidup dari memangsa banyak korban lewat aksi-aksi pemerasan.
Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku (Yohanes 10:27)
Semoga kita tetap menjadi domba-dombaNya, dan luput dari kebuasan para serigala.