Imam Eli

Ketika kita mendengar tentang imam Eli maka pikiran kita biasanya langsung menghubungkannya dengan kedua anaknya, Hofni dan Pinehas, dan terampasnya tabut oleh orang Filistin. Pada kesempatan ini kita akan belajar beberapa hal lain seberapa yang Tuhan ungkapkan lewat renungan ini. Karena sama dengan renungan Pengalaman Sungai Kerit, hari Sabtu dua hari lalu ketika sedang menyelesaikan renungan Vaksin Bingung, Putus Asa dan Kesombongan, saya diberi kata “Imam Eli”.

Di doa pribadi dini hari tadi saya sudah berdoa meminta poin-poin inti apa yang saya harus tulis, tetapi tidak dapat, malah Tuhan beri penglihatan badai—image yang saya lihat seperti citra badai yang dilihat dari satelit, penglihatan badai itu hanya 3-4 detik. Dan penglihatan ke-dua: seekor beruang berwarna gelap berdiri tegak di atas kedua kaki. Di roh saya tidak mendapat penjelasan arti penglihatan ini, apakah maknanya hurufiah badai atau badai secara ekonomi atau badai di bidang yang lain. Tetapi dari durasi penglihatan yang diberi saya mengerti badai itu berlangsung singkat. Arti penglihatan beruang yang berdiri tegak dengan kedua kaki di roh saya sama sekali tidak ada gambarannya.

Kalau kita baca dengan lebih teliti tentang imam Eli maka kita tidak bisa hanya menyalahkan Hofni dan Pinehas. Karena apa yang dilakukan mereka adalah juga karena mereka melihat teladan dari imam Eli dalam dalam menjalankan tugas keimamannya.

Mengapa engkau memandang dengan loba kepada korban sembelihan-Ku dan korban sajian-Ku, yang telah Kuperintahkan, dan mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih dari pada-Ku, sambil kamu menggemukkan dirimu dengan bagian yang terbaik dari setiap korban sajian umat-Ku Israel? – (1 Samuel 2:29)

Dalam Alkitab dikatakan Eli loba kepada korban sembelihan dan korban sajian yang dipersembahkan umat kepada Tuhan. Saya buka beberapa versi terjemahan lain: KJV, NKJV, NAS, NLT,TLB, ESV, NIV, Modern English, Amplified Bible kata kerja “baat” dalam bahasa aslinya, diterjemahkan loba dalam Alkitab ITB kita, yang arti hurufiahnya menginjak, memandang rendah. Dan versi-versi terjemahan di sini semua menterjemahkan secara hurufiah sesuai bahasa aslinya. Memang menterjemahkan juga kadang tidak bisa secara hurufiah karena ada banyak arti kata/kalimat yang bisa dilihat secara morfologi, etimologi, konotasi, denotasi, literal, gramatikal, dll. Disamping itu banyak kata yang tidak punya padanan atau ada padanan katanya tetapi artinya tidak persis sama.

Tetapi terjemahan Alkitab ITB juga tidak salah karena bisa jadi Eli memang loba sehingga merasa tidak cukup puas dengan apa yang menjadi bagian imam yang sudah ditentukan oleh hukum Musa. Loba berarti selalu ingin lebih banyak, tidak pernah merasa puas dan cukup, selalu ingin mendapat lebih banyak lagi. Sehingga DNA ini diturunkan ke anak-anaknya yang melayani, atau paling tidak Hofni dan Pinehas sudah melihat teladan dari ayahnya karena mereka “menghormati” ayahnya, mereka melakukan hal yang sama. Like father, like son.

Di dalam hukum Musa yang diturunkan dalam perjalanan di padang gurun ada mengatur hak-hak yang menjadi bagian imam dari persembahan yang dibawa orang Israel kepada Tuhan. Kita tidak bahas detail hal-hal itu untuk fokus kepada Eli dan anak-anaknya. Batas-batas hak imam terhadap persembahan umat, dalam pelayanan modern tidak lagi jelas, berbeda dari yang kitab Musa; ada persembahan yang imam hanya mendapat bagian dan dan paha kanan saja (Imamat 7) tetapi ada juga bagian paha dan dada yang seluruhnya dipersembahkan untuk Tuhan.

Belasan tahun lalu saya ingat sore itu kami berkumpul di hotel Sheraton bandara, karena keesokannya kami akan berangkat ke Israel. Seorang teman sepelayanan saya di lobi mengatakan; “Koh, saya mau omong. Tuhan bilang persembahan perpuluhanmu untuk saya.” Saya jawab; “Sudah saya serahkan semua koh. Saya sudah transfer total 56 juta ke rekening kokoh dan sisa yang lain sudah saya bagikan semua seperti yang diperintahkan Roh Kudus.” “Itu salah, koh” katanya, “Semua harus diulang, semua persembahan perpuluhan kokoh tahun ini, dari bulan ini mundur 12 bulan harus dikirim ke rekeningku” lanjutnya lagi. Saya diam tidak menjawab. Malam itu saya berlutut di kaki Tuhan dan saya katakan; “Tuhan, semua yang saya punya dari padaMu. Saya pernah tidur beralas koran. Kalau Engkau mau ambil, ambilah, saya rela. Tetapi kenapa setelah saya lakukan semua seperti yang Engkau kehendaki, Engkau mengatakan saya salah?”

Dalam satu etape perjalanan hidup, saya pernah tidur beralaskan koran. Bukan berarti saya tidur di emper toko atau di bawah jembatan. Tetapi saya tidak punya cukup uang untuk menyewa kost yang lengkap dengan kasur atau ranjang, hanya kamar kosong melompong saja supaya murah. Dan saat itu saya tidak punya uang untuk membeli kasur spon. Jadi saya tidur pakai alas koran bekas, bantalnya dari celana-celana panjang yang disusun jadi bantal. Kemudian bisa beli karpet plastik lantai sebagai alas tidur. Dan ketika Tuhan mulai memberkati saya ingat saya pernah sangat susah sampai jadi seperti itu. Jadi kalau disuruh memberi ya berikan saja. Walau kemudian saya pernah keberatan keluar uang terus bertahun-tahun untuk pelayanan—bukan dapat uang dari pelayanan tetapi keluar uang terus bertahun-tahun.

Sementara saya mengadu dan mengajukan keberatan saya, saya mendengar Dia menjawab; “Itu bukan dari Aku!” Meledaklah kemarahan saya, ternyata teman itu yang sudah punya beberapa mobil mahal, pelayanan yang mapan mau menipu saya. Tak lama kemudian saya mendengar langsung dari korban-korban yang harus dikeruk uangnya dengan cara “Tuhan katakan ke saya bahwa kamu harus memberikan saya sekian ratus juta bahkan sampai jumlah milyaran.” Bahkan ketika kami transit di Abu Dabhi, seorang pengusaha cerita bahwa dia kena ratusan juta dari orang yang sama. Dia cerita kronologisnya bahwa dia ditelpon tangan kanan orang itu dan diberitahu bahwa si tangan kanan ini mendapat penglihatan bahwa si pengusaha ini sudah tinggal satu langkah jatuh jurang maut. Tentu saya si pengusaha jadi shock. Tetapi ada caranya supaya tidak jatuh ke jurang maut, lanjut si tangan kanan, yaitu dengan cari memberi persembahan satu mobil ke si tangan kanan yaitu mobil… (saya tidak sebutkan jenisnya). Siapa yang mau binasa? Uang seharga mobil baru itu tentu saja tidak ada artinya buat si pengusaha ini. Tidak lama berselang teman saya ini menelpon si pengusaha memberi peneguhan bahwa apa yang dilihat tangan kanannya benar dan harus segera dilaksanakan. Si pengusaha langsung mentransfer jumlah uang untuk membeli mobil baru. Tapi si tangan kanan telpon lagi bahwa uangnya masih kurang, karena yang ditransfer hanya cukup untuk beli mobil manual, sedang yang dia inginkan jenis matic. Padahal saat itu si pengusaha sedang sibuk menunggu istrinya yang melahirkan di RS. Tetapi demi perintah Tuhan dia lakukan dengan segera. Adakah keselamatan dan keluputan dibeli dengan mobil? Bisakah malapetaka dihindari dengan memberi mobil matic? Dalam kesempatan lain memimpin rombongan ke Israel (saya 6 kali ke Israel) saya juga bertemu dengan satu pengusaha lain yang bercerita hal yang persis sama. Dan jumlahnya lebih fantastis, kalau mobil hanya 9 digit, ini 10 digit. Dan pengusaha ini juga kena di kasus lain sejumlah 11 digit. Tidak tertutup kemungkinan roh loba Eli & fam ada dalam dunia orang yang melayani.

Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. – (Amsal 4:23)

“Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.” – (Lukas 21:34)

Kalau kita melayani apakah kita berhak menuntut persembahan? Apakah semua persembahan yang diberikan kepada kita harus kita terima? Apa definisi batas wajar dan loba?

“Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik.” – (Ulangan 25:4)

Ayat ini lebih sering dipakai sebagai pembenaran untuk meminta, mengambil semua persembahan. Padahal kalau mau dibaca ulang berkali-kali, jelas lembu hanya makan semampu perutnya menampung, tidak kemudian sebagian disimpan di rekening banyak bank, dibelikan property di luar negeri supaya kalau situasi tidak kondusif bisa langsung menyelamatkan diri sendiri. Lembu berbeda dari binatang buas yang bisa menyimpan mangsanya untuk dimakan beberapa hari.

Jadi apa batasannya loba dan wajar? Tolok ukurnya adalah:

  1. Kemurnian motivasi pelayanan, tujuan pelayanan adalah mengerjakan kehendak Tuhan dan menjadi alat Tuhan untuk menggenapi rencana Tuhan di bumi. Bukan mengejar cita-cita pribadi dan menumpuk kekayaan.
  2. Tingkat iman dan harap kepada Tuhan, kekuatiran dan ketakutan “nanti tidak cukup” bisa mendorong orang membabi buta mencari, meminta, dan menumpuk materi.Baik dengan alasan “kudus” bahwa organisasi untuk berjalan butuh dana setiap saat dan alasan lain yang bisa menjadi pembenaran, bukan kebenaran.
  3. Hormat untuk siapa? Bila si pelayan ingin dihormati maka ia harus sukses, kaya, tenar, supaya dunia menghormatinya. Tetapi bila ia menghormati Tuhan maka ia menjaga integritasnya dalam pelayanan agar tidak mempermalukan Tuhan dengan perbuatannya.
  4. Kepekaannya pada pimpinan Roh Kudus—ini saya tempatkan di nomer bawah bukan di nomer satu, karena tanpa motivasi yang murni, tingkat iman tertentu, fokus memuliakan diri sendiri, pelayanan, karunia bisa disalah-gunakan untuk kepentingan diri sendiri.
  5. Kasih kepada sesama, semakin diberkati seseorang seringkali membuatnya semakin sulit menjadi berkat dan membagi berkat.
  6. Pertandingan atau persaingan—bila seorang pelayan melihat pelayan lain sebagai pesaing maka fokusnya akan berbeda. Ia akan berusaha untuk memiliki pelayanan yang lebih besar, gedung yang lebih mewah, jemaat dari strata sosial lebih tinggi dari pelayanan orang lain. Maka jadi lobalah dia, tetapi bila ia melihat pelayanan sebagai sebuah pertandingan maka matanya akan tertuju kepada Kristus dan semua yang ia lakukan untuk Tuhan.

Hofni dan Pinehas melayani sesuai seleranya sendiri tidak menurut hukum Tuhan. Persembahan yang seharusnya didahulukan untuk Tuhan, setelah itu mereka boleh mengambil bagian yang ditentukan sesuai hukum Musa. Tetapi mereka mendahulukan diri sendiri daripada Tuhan. Bisa karena tidak sabar menunggu untuk mendapatkan bagiannya, bisa memang karena loba. Mereka diberi hak dari persembahan yang dibawa umat Tuhan, tetapi mereka memilih bagian persembahan sekehendak hati mereka sendiri. Dan mereka maunya yang mentah saja. Kita sering mendengar istilah memberi mentahan saja, yang artinya memberi tunai saja, biar si penerima bebas memakai pemberian itu untuk apa saja.

Sebagai imam mereka tidak bebas memilih bagian yang mereka kehendaki, ada aturan hukum yang mengaturnya. Mereka juga tidak bebas mengolah daging persembahan untuk dinikmati sesuai selera mereka. Mereka harus makan bagian mereka, daging yang sudah diolah dan dipersembahkan sesuai kehendak Tuhan. Lalu apa relevansinya dengan pelayanan jaman sekarang? Kita lihat Hofni dan Pinehas memilih sendiri bagian dari persembahan.

Pernah sekitar kurun waktu 3 tahun lebih dalam pelayanan saya, persembahan-persembahan di tempat yang basah, yang jutaan rupiah Tuhan suruh tabur langsung ke orang lain. Sering sewaktu saya doa minta apa yang saya harus sampaikan dalam ibadah yang akan saya layani, bukan ayat, tema yang Tuhan berikan. Malah diberi penglihatan orang yang harus diserahkan amplop yang akan saya terima setelah pelayanan. Kadang setelah selesai pelayanan, waktu menerima amplop PK, Roh Kudus sampaikan untuk dikembalikan, tidak boleh diterima. Pernah juga waktu terima amplop Roh Kudus suruh serahkan kepada seorang yang melayani di situ, seperti waktu pelayanan di gereja di Singapore. Biarkan Dia memilihkan bagian yang Dia mau berikan untuk kita. Saya ingat pelayanan di satu kota, persembahannya 5 juta per sesi, saya sering mengisi di sana. Waktu itu saya sedang sangat butuh uang untuk bayar kost. Tapi Roh Kudus suruh saya serahkan kepada seorang di sana. Saya membantah dan katakan kepada Tuhan bahwa saya butuh uang yang 5 juta itu. Tapi tetap Roh Kudus suruh serahkan, akhirnya saya serahkan amplop itu ke orang yang Tuhan maksudkan. Tetapi dia tidak mau menerimanya, bahkan berkali-kali saya sodorkan dia tetap menolak. Saya tidak lulus ujian kecil ini. Sering kebutuhan menjadi pembenaran untuk tidak taat. Dalam masa itu persembahan-persembahan yang berisi Rp300.000 boleh saya terima, yang berisi jutaan disuruh tabur kembali atau dikembalikan. Beberapa jam Rolex all gold tidak boleh diterima. Persembahan rumah tiga lantai dengan garasi sampai 12 mobil tidak boleh diambil. Di kemudian hari ketika saya hendak menikah saya diuji apakah menyesal mentaati Tuhan dengan tidak mengambil semua persembahan itu. Saya akan tulis di renungan lain.

Eli telah sangat tua. Apabila didengarnya segala sesuatu yang dilakukan anak-anaknya terhadap semua orang Israel dan bahwa mereka itu tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan, berkatalah ia kepada mereka: “Mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu, sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu?” – (1 Samuel 2:22-23)

Eli hanya menegur anak-anaknya tanpa ada tindakan lain yang lebih tegas dan mereka tetap melayani tanpa ada pertobatan dan kekudusan. Eli lebih mencintai anak-anaknya daripada mencintai Tuhan. Ikatan emosional sering membuat orang menjadi musuh Tuhan.

Kemudian bangsa itu menyuruh orang ke Silo, lalu mereka mengangkat dari sana tabut perjanjian TUHAN semesta alam, yang bersemayam di atas para kerub; kedua anak Eli, Hofni dan Pinehas, ada di sana dekat tabut perjanjian Allah itu. (1 Samuel 4:4)

Ada yang menarik dari kejadian ini. Ketika terjadi peperangan Hofni dan Pinehas ada di dekat Tabut Perjanjian. Mereka merasa pasti menang kalau membawa Tabut Perjanjian, karena merasa Tuhan pasti hadir di sana. Entah akan berperang gantikan mereka atau memberikan mereka kemenangan. Ternyata mereka kalah dan mati dan Tabut Perjanjian dirampas orang Filistin. Tuhan tidak menyertai pendosa, sekalipun itu para imamNya, umatNya.

Dalam Taurat Musa, orang Lewi pensiun pada usia 50 tahun, tetapi walau tidak disebutkan sebagai imam besar, kita tahu Eli adalah imam besar bangsa Israel waktu itu. Imam Besar hanya diganti setelah ia mati. Tetapi di Perjanjian Baru sistem keimaman berubah. Tidak lagi menurut hukum Musa tetapi menurut aturan Melkisedek.

sebagaimana firman-Nya dalam suatu nas lain: “Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek.” – (Ibrani 5:6)

Jadi sekarang Imam Besar kita adalah Kristus, yang lain hanya imam-imam biasa, jangan tunggu mati baru mau diganti, pensiun dan regenerasi. Terikatlah kepada Tuhan bukan kepada pelayanan.

Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia. – (1 Korintus 6:17)

“Tuhan adalah bagianku,” kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya. – (Ratapan 3:24)